Kisah Milarepa, Jalan Dharma Menuntun Pencerahan

Kisah Milarepa, Jalan Dharma Menuntun Pencerahan

Kehidupan seorang manusia seringkali penuh dengan perjalanan yang tak terduga dan perjuangan yang luar biasa. Salah satu kisah inspiratif yang telah mengilhami banyak orang di seluruh dunia adalah kisah Milarepa, seorang tokoh suci dan spiritual dari Tibet. Kisahnya mengajarkan kita tentang kekuatan transformasi pribadi, ketabahan, dan pencarian spiritual.

Milarepa adalah salah satu tokoh spiritual yang paling menarik dalam sejarah agama Buddha. Dia dilahirkan di Tibet pada abad ke-11, pada 1052, meskipun beberapa sumber mengatakan 1040. Nama aslinya adalah Mila Thopaga, yang berarti “menyenangkan untuk didengar.” Dia dikatakan memiliki suara nyanyian yang indah dan kisah hidupnya telah menginspirasi banyak orang di seluruh dunia.

sumber : shakyahandicraft.com

Masa Muda dan Kesedihan

Milarepa lahir di sebuah keluarga kaya dan tinggal dalam kemewahan. Namun, kebahagiaannya tidak berlangsung lama karena ayahnya meninggal dunia. Setelah itu, pamannya mengambil alih warisan keluarga mereka dan membuat ibu Milarepa menderita.

Ini menjadi pemicu bagi Milarepa untuk mencari kekuatan dan balas dendam. Tanpa berpikir panjang, dia belajar ilmu hitam dari seorang guru yang terkenal. Dengan kekuatan baru ini, Milarepa membunuh pamannya dan keluarganya. Namun, setelah melihat dampak buruk perbuatannya, rasa penyesalan pun melanda dirinya

Masa Pembuangan dan Pencarian Spiritual

Setelah menyadari betapa berat akibat dari tindakannya, Milarepa dengan penuh penyesalan meninggalkan kampung halamannya dan memilih hidup sebagai pertapa di gunung-gunung Tibet. Selama masa pembuangan di sana, Milarepa hidup dalam kesendirian yang dalam dan menderita berbagai rintangan fisik dan mental.

Selama masa tersebut, Milarepa bertemu dengan guru spiritual yang bijaksana, bernama Marpa Lotsawa. Guru tersebut mengenalkannya pada ajaran Buddha dan memberikan panduan spiritual yang mendalam. Melalui meditasi dan praktik spiritual yang intens, Milarepa bertekad untuk menghilangkan efek negatif dari masa lalu dan mencari pencerahan spiritual.

Belakangan, sang dukun melihat bahwa muridnya membutuhkan jenis pengajaran baru, dan dia mendesak Milarepa untuk mencari guru Dharma. Milarepa pergi ke guru Nyingma dari Kesempurnaan Agung (Dzogchen), tetapi pikiran Milarepa terlalu bergolak untuk ajaran Dzogchen. Milarepa menyadari bahwa dia harus mencari guru lain, dan intuisinya membawanya ke Marpa.

Marpa Lotsawa (1012-1087), kadang-kadang disebut Marpa Penerjemah, telah menghabiskan bertahun-tahun di India belajar dengan seorang guru tantrik besar bernama Naropa. Marpa sekarang pewaris dharma Naropa dan seorang ahli praktik Mahamudra.

Pengadilan Milarepa belum berakhir. Malam sebelum Milarepa tiba, Naropa muncul ke Marpa dalam mimpi dan memberinya dorje lapis lazuli yang berharga. Dorje itu ternoda, tetapi ketika itu dipoles, itu bersinar dengan cahaya cemerlang. Marpa menganggap ini berarti dia akan bertemu dengan seorang siswa dengan hutang karma yang besar tetapi yang akhirnya akan menjadi seorang guru yang tercerahkan yang akan menjadi cahaya bagi dunia.

Jadi ketika Milarepa tiba, Marpa tidak menawarkannya pemberdayaan awal. Sebaliknya, ia menempatkan Milarepa untuk melakukan pekerjaan kasar. Milarepa ini melakukan dengan sukarela dan tanpa keluhan. Tetapi setiap kali dia menyelesaikan tugas dan meminta Marpa untuk mengajar, Marpa akan menjadi marah dan menamparnya.

Milarepa menguasai ajaran-ajaran Mahamudra dan menyadari pencerahan agung. Meskipun ia tidak mencari siswa, akhirnya siswa datang kepadanya. Di antara para siswa yang menerima ajaran dari Marpa dan Milarepa adalah Gampopa Sonam Rinchen (1079 hingga 1153), yang mendirikan sekolah Kagyu dari Buddhisme Tibet.

Milarepa diperkirakan meninggal pada 1135.

sumber: buddhaweekly.com

Tantangan yang Tak Dapat Diatasi

Di antara tugas-tugas yang diberikan Milarepa adalah pembangunan menara. Ketika menara hampir selesai, Marpa menyuruh Milarepa untuk merobohkannya dan membangunnya di tempat lain. Milarepa membangun dan menghancurkan banyak menara. Dia tidak mengeluh.

Bagian kisah Milarepa ini menggambarkan kesediaan Milarepa untuk berhenti melekat pada dirinya sendiri dan menaruh kepercayaannya pada gurunya, Marpa. Kerendahan Marpa dipahami sebagai cara yang terampil untuk memungkinkan Milarepa mengatasi karma jahat yang telah ia ciptakan.

Pada satu titik, putus asa, Milarepa meninggalkan Marpa untuk belajar dengan guru lain. Ketika itu terbukti tidak berhasil, dia kembali ke Marpa, yang sekali lagi marah. Sekarang Marpa mengalah dan mulai mengajar Milarepa. Untuk mempraktekkan apa yang diajarkan kepadanya, Milarepa tinggal di sebuah gua dan mengabdikan dirinya pada Mahamudra.

Proses Transformasi dan Kehidupan Sebagai Buddha

Melalui disiplin diri yang ketat dan praktik meditasi yang terus menerus, Milarepa secara bertahap melampaui penderitaannya dan mencapai keadaan pencerahan spiritual. Dia mencapai pengetahuan mendalam tentang hukum karma, penyadaran, dan cinta kasih yang sejati.

Setelah mencapai pencerahan spiritual, Milarepa memutuskan untuk berbagi ajarannya dengan orang lain. Dia melakukan perjalanan ke berbagai tempat dalam upaya mencerahkan masyarakat tentang jalan spiritual yang benar, memimpin mereka menuju kebahagiaan dan kebebasan dari penderitaan.

Warisan Spiritual dan Kearifan Milarepa

Kisah Milarepa menjadi inspirasi bagi banyak orang karena menunjukkan bahwa transformasi penuh dari seseorang yang begitu jahat pun masih mungkin terjadi. Kisah hidupnya mengajarkan pentingnya penyesalan, pemurnian diri, dan upaya spiritual yang gigih.

Milarepa juga meninggalkan warisan berupa karya sastra dan lagu-lagu yang puitis, yang menggambarkan pengalaman spiritualnya secara mendalam. Karya-karyanya, yang dikenal sebagai “lagu pencerahan,” menjadi sumber inspirasi bagi para pencari kebenaran dan penggemar puisi spiritual.

Kisah Milarepa mengajarkan kita bahwa tidak ada kodrat yang sudah ditentukan dan perjalanan spiritual dapat dimulai dari titik mana pun. Apapun latar belakang atau dosa masa lalu seseorang, transformasi dan pencerahan selalu mungkin dicapai melalui kesabaran, tekad, dan praktik spiritual yang sungguh-sungguh.

Sumber;

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *