Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI) Cabang Malang turut menghadiri kegiatan Peresmian Purna Pugar Vihara Paramita Sanggar Pasembahan yang berlokasi di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Acara ini dihadiri langsung oleh Bupati Malang Drs. H. M. Sanusi, MM., bersama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Drs. Supriyadi, M.Pd., dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto, S.Sos., M.Si.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Kemenag Kabupaten Malang Drs. Sahid, MM, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Malang, jajaran Forkopimcam Poncokusumo, Kepala Desa, Kepala Kecamatan, para Samanera, Pandita, Penyuluh Agama Buddha dan turut hadir pula berbagai elemen organisasi Buddhis yaitu Walubi, Magabudhi, Wandani, dan Patria.
Peresmian Purna Pugar Vihara Paramita Sanggar Pasembahan ditandai dengan pemotongan pita dan penandatanganan prasasti oleh Bupati Kab. Malang dan Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI sebagai simbol dimulainya babak baru kehidupan spiritual di vihara yang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan kebudayaan umat Buddha di kaki Gunung Bromo tersebut.
Kepala Vihara Pak Mistono menyampaikan laporan pemugaran vihara berlangsung dua tahun dari tahun 2023 – 2025. Pemugaran ini telah menghabiskan anggaran kurang lebih sebesar delapan ratus juat rupiah. Sumber dana ini berasal dari berbagai bantuan Ditjen Bimas Buddha, Pemkab Kab. Malang, dan donasi umat Buddha. Ia mengucapkan terima kasih atas donasi pemugaran ini, sekarang vihara ini telah menjadi representatif untuk menjalan kegiatan keagamaan umat Buddha Jawa Sanyata di Desa Ngadas.
Dirjen Bimas Buddha Vihara Sebagai Tempat Belajar Cinta Kasih dan Kebijaksanaan
Sambuatan Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI Drs. Supriyadi, M.Pd., mengharap Vihara Paramita Sanggar Pasembahan menjadi pusat pembelajaran, penguatan moral – spiritual, dan kebudayaan yang berkontribusi pada kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Beliau, mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Malang dalam mendukung pembinaan umat Buddha baik dalam bentuk materil dan non-materil.
“Sebagaimana pesan Buddha Gotama, marilah kita senantiasa mengembangkan cinta kasih dalam diri. Dengan cinta dan kasih, kehidupan kita akan menjadi lebih baik dan bermanfaat,” tutur Dirjen Bimas Buddha.
Ia mengajak seluruh umat untuk menjadikan vihara sebagai tempat menumbuhkan nilai-nilai cinta kasih dan kebijaksanaan.
Bupati Malang – Pemugaran Ini Bukti Kekuatan Persatuan dan Gotong Royong
Dalam sambutannya, Bupati Malang Drs. H. M. Sanusi, MM menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung pemugaran vihara.
“Pemugaran ini bentuk nyata semangat gotong royong dan kebersamaan. Karena persatuan, kita mampu mewujudkan hal-hal besar untuk kebaikan bersama, terutama dalam pembangunan vihara ini menjagi bagus” ujarnya.
Desa Ngadas memiliki keragaman agama antara Buddha, Hindu, dan Islam. Komunitas Buddha masih menjadi mayoritas. Lokasi vihara yang baru selesai di pugar ini, tidak berdampingan dengan Pure dan masjid. Maka dari itu, Bupati menegaskan bahwa Desa Ngadas sangat representatif menjadi simbol hidupnya toleransi dan keharmonisan antarumat beragama di Kabupante Malang.
“Keragaman adalah anugerah yang harus kita syukuri dan rawat. Semua agama mengajarkan pemeluknya kebaikan dan persatuan bukan perpecahan dan perperangan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Malang berkomitmen menjaga kerukunan, karena tanpa persatuan, tidak akan ada kemajuan,” tegasnya.
Bupati juga menambahkan bahwa pada tahun 2024 melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) dan Kementerian Agama (Kemenag) telah mengalokasikan dana hibah untuk semua rumah ibadah. Pada tahun 2025, sebanyak 20 vihara di Kabupaten Malang termasuk vihara Ngadas ini, mendapatkan dana hibah sebesar lima belas juta rupiah.
Kehadiran Hikmahbudhi Malang, apa yang kami lakukan?
Kehadiran HIKMAHBUDHI Malang dalam perayaan purna pugar Vihara Sanggar Pasembahan sebagai bentuk nyata keterlibatan mahasiswa Buddhis dalam mendukung pelestarian agama Buddha. Selama tinggal bersama dan membaur dengan umat Ngadas, kami melakukan observasi dan berhasil memahami hal-hal berikut.

Pengurus HIKMAHBUDHI Malang Foto Bersama Dirjen Bimas Buddha
Vihara ini menjadi contoh nyata dimana proses akulturasi dan hibridisasi dua agama antara ajaran Buddha dan ajaran Jawa Sanyata yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat Ngadas. Berdasarkan historisnya, perpaduan ini lahir dialog panjang dan tarik ulur antara tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat setempat untuk menetukan dan merumuskan dasar ajaran, identitas, cara beribadah, nilai dan norma. Kehadiran tiga altar puja, Buddha Gotama, Buddha Maitreya, dan Hyang Semar merupakan simbol harmonisasi dua tradisi yang berbeda namun saling mengisi. Semar sebagai manifestasi kebijaksanaan Jawa Sanyata berdiri berdampingan dengan simbol-simbol Buddha. Dalam wujudnya yang baru, vihara ini tampak modern secara fisik dan representatif dalam pengamalan keagamaan tetapi juga harus dilihat sebagai hasil dari proses pengejawantahan antara ajaran Jawa Sanyata dan Ajaran Buddha.
kami menyaksikan langsung pengejawantahan itu, dalam sendi-sendi kehidupan umat Buddha Jawa Sanyata di Desa Ngadas. Cara hidupnya menekankan pada kesederhanaan, penghormatan dan keseimbangan terhadap alam begitu erat menyatu dengan nilai-nilai Jawa Sanyata. Masyarakat Ngadas dikenal sebagai individu sederhana dan bersahaja, kesederhanaan itu tumbuh dari ajaran Jawa Sanyata. Kesederhana itu, tercermin dari cara berbusana baik laki-laki maupun perempuan masih mengenakan jarik dan selendang sebagai bagian dari identitas tradisional. Perempuan Ngadas umumnya mengenakan jarik bermotif batik atau lurik yang dililit rapi hingga mata kaki, dipadukan dengan kebaya sederhana atau baju berlengan panjang, serta selendang yang disampirkan di bahu atau diikat di pinggang sebagai lambang keanggunan dan kesiapan bekerja. Sementara itu, laki-laki Ngadas sering mengenakan jarik atau sarung panjang, baju lengan panjang berwarna gelap, dan selendang yang digunakan di bahu atau kepala (mirip udeng), terutama saat mengikuti upacara adat dan kegiatan keagamaan.
Berbagai bentuk penghormatan, upacara, dan tradisi masyarakat Ngadas berkaitan erat dengan daur hidup manusia dan alam. Fase itu dimulai dari prosesi kehamilan, kelahiran, masa kanak-kanak, upacara kedewasaan seperti khitanan atau akil balik, pernikahan, hingga upacara kematian. Setiap tahapan kehidupan diiringi dengan ritual yang sarat makna spiritual, dan mencerminkan kedekatan dengan alam leluhur. Keterhubungan manusia dengan alam terwujud pada sanggar, punden, petilasan, serta pohon-pohon besar yang dililitkan kain kuning atau putih dan sumber air penyangga kehidupan. Selain itu, kebiasaan mempersembahkan sesajian yang kemudian diletakan di sudut-sudut rumah (di teras depan pintu, pawon, dan pekarangan) kandang ternak, dan ladang, sebagai simbol keterhubungan antara manusia, hewan, alam, dan kekuatan suci yang diyakini melingkupi kehidupan.
Ajaran Buddha di sini tidak berdiri secara kaku, melainkan hidup dalam sendi-sendi masyarakatnya. Ajaran Buddha bersingkretis dengan ajaran Jawa Sanyata membentuk corak-corak keberagamaan yang berkarakter dan esensial. Dalam cara beribadah, bekerja sama, menyapa dengan penuh hormat, serta menjaga harmoni antara manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya. Di sini, kami melihat bagaimana Dhamma dijawantahkan bukan sekadar ajaran doktrinal, tetapi menjadi nafas kehidupan yang menyatu dalam budaya dan laku masyarakat Ngadas. Peresmian Purna Pugar Vihara Paramita Sanggar Pasembahan menjadi pengingat akan pentingnya menjaga solidaritas dan keharmonisan antarumat Budha dan lintas agama tanpa melupakan landasan historis, sosio-budaya, dan kearifan lokal sebagai landasan kehidupan bersama.
Perayaan Purna Pugar Vihara Paramita Sanggar Pasembahan di Desa Ngadas menjadi penegasan bahwa ajaran Buddha dapat tumbuh dan berakar kuat dalam kebudayaan lokal tanpa kehilangan esensinya. Alkulturasi dan hibriditas nilai-nilai Buddha dan Jawa Sanyata, masyarakat Ngadas menunjukkan bahwa spiritualitas sejati tidak berhenti pada doktrin dan ritual semata, melainkan terwujud dalam cara hidup yang sederhana, harmonis, dan penuh penghormatan terhadap alam. Kehadiran HIKMAHBUDHI Malang dalam kegiatan ini menandai keterlibatan generasi muda Buddhis dalam merawat warisan ajaran dan budaya, sekaligus menjadi jembatan antara nilai tradisi dan semangat kebajikan, damai dan berkeadaban di masa depan.






