HIKMAHBUDHI mempertanyakan urgensi pemasangan Stairlift?

HIKMAHBUDHI mempertanyakan urgensi pemasangan Stairlift?

Service Kepentingan Politik, Melupakan kesakralan Candi Borobudur

Candi Borobudur, beberapa hari belakangan menjadi pembicaraan hangat, tidak dalam hal wisata dan kegiatan keagamaan, melainkan pembangunan stairlift atau lift kursi tangga yang membantu seseorang untuk menaiki anak tangga dengan mudah. Polemik pemasangan stairlift menjadi perbincangan hangat ditengah-tengah isu Nasional.

Pemasangan stairlift dikonfirmasi oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) setelah mendapatkan kritikan dari berbagai media sosial. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi menjelaskan, pemasangan stairlift di Candi Borobudur tidak akan merusak struktur bangunan candi, karena tidak menggunakan bor dan paku, stairlift di sana hanya ditaruh sementara dan pembongkarannya sangat mudah dilakukan oleh pihak yang berwenang. “Jadi hanya ditaruh, didudukkan, ditaruh saja. Jadi nanti ketika misalnya itu selesai, itu bisa dibongkar dengan mudah.

Sekilas penjelasan dari pihak istana terkait pemasangan stairlift tidak membuat masyarakat terpuaskan, akan tetapi memuculkan tanda tanya besar, urgensi apa hingga pemasangan Stairlift seakaan-akan harus memenuhi hasrat melayani tamu Negara dan hasrat patuh kepada atasan, perilaku mencerminkan yang penting bos senang dan bahagia, sehingga semua tatanan dan yang sudah tertulis dalam undang-undang dapat di toleransi dan normalisasi.

Pertanyaan-pertanyaan publik muncul kepada mereka pemangku kebijakan terkhusus kepada mereka pengelola Candi Borobudur, ialah jajaran Direksi Injourney seperti Direktur Utama Injourney dan Direktur Taman Wisata Candi Borobudur, Atas dasar apa Direktur TWCB dan Direktur Injourney mengizinkan pemasangan ini? Apakah sudah ada kajian dari Balai Konservasi Borobudur atau Dirjen TWC? Mengapa kebijakan ini terkesan dipaksakan hanya untuk memenuhi agenda kenegaraan? Bagaimana akuntabilitas jika terjadi kerusakan? harusnya mereka ini bisa menjelaskan secara gamblang pertanyaan tersebut.

Candi Borobudur sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO dan mahakarya peradaban Buddha tidak hanya menjadi simbol spiritual, tetapi juga warisan budaya yang harus dijaga keaslian, keluhuran dan kelestariannya. Namun, dengan adanya pemasangan stairlift menciderai keluhuran bangunan candi Borobudur.

Kebijakan tersebut semakin memperlihatkan isi kepala pengelola candi Borobudur yang tidak paham akan nilai-nilai spiritual dan pentingnya menjaga keluhuran candi Borobudur, watak-watak perayu dan penyanjung pimpinan tanpa memperhatikan dampak Candi Borobudur, menjadikan mereka pimpinan pengelola candi Borobudur tidak pantas lagi mengelola dan menjabat sebagai Pimpinan di TWC dan Injourney.

Tindakan semacam ini dilakukan demi kunjungan Presiden Indonesia dan Presiden Prancis, yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan politik dan komersial dibandingkan perlindungan terhadap cagar budaya. Pola pikir pengelola yang menempatkan Borobudur sebagai “komoditas pariwisata” ketimbang warisan budaya yang sakral.

Jika alasan pemasangan adalah untuk memudahkan tamu VIP, maka ini adalah bentuk diskriminasi sebab aturan seharusnya berlaku sama bagi semua pengunjung. Artinya pengelola tidak paham akan, ancaman terhadap struktur dan material candi, ketidakpatuhan terhadap nilai spiritual candi, prioritas yang keliru pariwisata dan pelestarian.

Pengelola candi Borobudur, TWC dan Injourney harusnya memahami undang-undang tentang Penyelamatan Cagar Budaya. Sependek pemaham penulis, bahwa ada beberapa peraturan seperti undang-undang dalam Upaya Penyelamatan dan Pengamanan Benda Cagar Budaya seperti yang tercantum dalam Pasal 58 Ayat 1 dan 66 UU No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yang berbunyi:

Pasal 58 Ayat 1: Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk: a) mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan b) mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 66 Ayat 1: Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

Perbuatan Pemasangan Eskalator apapun itu alasannya jelas dapat menyebabkan kerusakan permanen pada struktur candi, sehingga unsur pelanggaran pasal 58 Ayat 1 dan Pasal 66 Ayat 1 UU No.11 Tentang Cagar Budaya Terpenuhi.

Dan ketentuan pidananya di atur dalam Pasal 105, yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Candi Borobudur adalah milik bangsa Indonesia dan dunia, bukan alat politik atau proyek mercusuar. Sudah seharusnya pengelolaannya mengedepankan prinsip kehati-hatian, bukan kepentingan sesaat yang merugikan generasi mendatang

Penulis, Dahnan – Ketua Bidang Kajian Strategis PP HIKMAHBUDHI

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *